namanya Amar,
sosoknya pendiam sangat,
kalo bukan karena Allah mudahkan aku dalam sapa,
mungkin kisah ini takkan bisa kubagi,
hampir semua orang tau diriku,
aku paling tidak tahan untuk menyapa,
saat berada di angkot,
saat menunggu di halte,
atau saat menikmati jamaah di masjid,
bahkan saat-saat aku membeli sesuatu,
dialah Amar,
sosok pendiam yang kutemukan di sebuah masjid dekat sekret YOUTHCARE,
perawakannaya lebih gemuk dariku,
lebih pendek dariku,
lebih gelap warna kulitnya dariku,
ah,...
seolah Amar memang memiliki banyak kelebihan dariku,
dialah Amar,
sosok bujangan lugu,
yang kerjaannya berjualan roti bakar,
ehem...2000rupiah satu-nya,
pernah kutawar,
jawabnya lembut "itu harga pas mas"
aku tersenyum,
dan berlalu,
membawa roti bakar buatannya,
dialah Amar,
suatu saat setelah kami berjamaah magrib di masjid itu,
masjid yang menjadi saksi awal persaudaraan kami,
masjid yang membuat dia berada di salah satu folder hatiku,
masjid yang menjadi awal aku mengenalnya,
saat aku mencoba menggali tentang siapa dirinya,
dia berucap "saya hanya penjual roti bakar mas"
saat dengar dia menjawab seperti itu,
naluri menasihatiku keluar,
"bersyukur mas sudah punya pekerjaan,
mungkin lebih baik kalo cara menjawabnya "Alhamadulillah saya penjual roti bakar""
tanpa penjelasan,
hanya itu,
lalu dia perlahan menunduk,
seolah menyadari dirinya kurang bersyukur,
"istighfar mas,
dan belajar untuk banyak bersyukur" ujarku
sejak saat itu kawan,
hari-hari amar bulai dihiasi senyuman,
satu hal yang jarang kulihat sebelum aku menanyakannya,
satu hal....dia sedang eblajar bersyukur.
dialah Amar,
sang guru yang teguh,
mengajarkan keteguhan dari sikapnya,
nyata sekali,
satu keteguhan yang mahal,
yang kadang dilalaikan orang,
satu keteguhan yang indah,
keteguhan karena cinta,
iya,
pernah suatu saat kutanyakan,
perihal keteguhannya,
keteguhan menjaga shalat jamaah di masjid,
di awal waktu kawan,
ya,
dialah Amar yang teguh,
yang senantiasa beranjak ke masjid begitu adzan kumandang,
tanpa ada yang mengingatkan,
dan inilah hal paling membuatku tidak tahan,
untuk menyapanya,
untuk mengenalnya,
terlebih...untuk menggali motivasi atas keteguhannya,
"saya hanya ingin masuk surga mas...."
subhanallah....
demikian aku mendengar jawaban dari mulut mungilnya,
jawaban cerdas orang beriman,
jawaban yang jarang kutemui,
dialah Amar,
manusia lugu cerdar,
meski bahkan bangku SDpun tak sempat beliau tamatkan,
tapi beliau cerdas memahami iman,
"saya hanya ingin masuk surga mas..."
pernyataan dalam bahwa dia memahami,
jual-beli dengan Allah,
dia yang rela meninggalkan dagangannya,
dia yang rela melangkahkan kaki tertatihnya,
dia yang rela menukan rehat sesaat dengan perjuangan menuju masjid,
dia yang telah membayar penawaran itu,
penawaran dari Allah,
dialah yang memegang keteguhan,
seolah baginya surga harga mati,
yang harus diperjuangkan sepenuh hati,
tak peduli dalam kondisi apapun,
tak peduli dengan resiko apapun,
dialah Amar,
kuketahui dari gelagatnya dia sang pembelajar,
dia setiap pekan menghadiri kajian salaf di kota,
"mak Kusnan kalo mau ikut bisa bareng saya, kita naik kereta bareng"
ucapnya lembut mengajakku,
subhanallah,
dia memahami dkawah,
dialah Amar,
pernah suatu saat kutanya,
tentang apakah bisa membaca al-Qur'an,
seketika wajahnya tertunduk,
raut mukanya disimpan dalam,
pelan dia berucap "masih belajar mas..."
subhanallah,
aku kian kagum dibuatnya,
jawaban cerdas itu keluar dari mulut mungilnya begitu saja,
seolah ada yang menuntunnya,
dialah Amar,
guru dan muridku,
darinya aku banyak belajar,
dariku dia selalu minta diajarkan,
nasihat-nasihatku perlahan dipelajari dalam langkah-langkah menuju masjid,
atau saat santak melangkah meninggalkan masjid,
dialah Amar,
yang selalu bertanya saat aku lama tak ada di masjid,
dia paham aku tak selalu ada di sekret YOUTHCARE,
"saya hanya ingin masuk surga mas..."
masih terus terngiang,
jawaban cerdas dari seorang Amar,
seorang yang tau harus membayar harga,
seorang yang tau jual beli yang takkan pernah rugi,
seorang yang punya cinta,
akan kerinduan pada yang dicintaNya,
pernah aku sampaikan,
saat diskusi panjang tentang shalat jamaah,
saat dia berucap "saya hanya ingin masuk surga..."
pelan ku katakan,
"mas Amar harus banyak bersyukur,
diberikan hati yang bersih, hati yang peka,
dan mas Amar harus istiqomah,
menjaga amalan, menjaga cinta,
cinta kepada amalan,
cinta kepada Allah,
cinta yang bertabur kerinduan,
kerinduan berjumpa Allah di surga"
dia hanya terdiam,
mendengarkan sepenuhnya,
kemudian menghadirkan senyum khasnya,
dan menjawab singkat penuh makna,
"bantu doanya mas..."
"saya hanya ingin masuk surga..."
sebuah episode cinta,
sebuah perjuangan membayar harga,
sebuah ekspresi iman sejati,
sebuah teguran dan renungan untuk kita,
apakah kita juga ingin masuk surga?
apakah kita rela membayar harga?
dialah Amar,
yang kini sedang belajar,
untuk mencari tahu terus,
apa saja yang bisa mengantarkannya ke surga,
keinginnanya menggebu,
seolah dunia tertutup selimut iman,
hanya surga yang dia perjuangkan,
"saya hanya ingin masuk surga..."
kutulis kini,
dalam syahdunya pagi,
dalam nikmatnya hari,
setelah rakaat duha yang murni,
18 12 2011
mokhamad kusnan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar