Minggu, 26 Februari 2012

seri heroik 3: belum setetespun darah, yang sudah kita persembahkan

seri heroik anak smp 3:


sore itu aku agak telat,
setelah mengurus urusan pribdadi dan keluarga,
aku langsung menuju sekolah para mujahid itu,
sesampai disana beberapa anak terlihat sedang bermain basket,
yang putri terlihat lari kejar-kejaran,
beberapa terlihat mengangkat bangku dan meja menyiapkan kelas untuk menginap,

"kak kita menginap di sekolah kan?"
demikian ucap salah satu anak kecil kelas 7 padaku
"iya, kita menginap di sekolah, tapi kita ke UI dulu ya"
jawabku,

seusai semua menyiapkan tempat dan perbekalan,
sore itu kami melangkahkan kaki meninggalkan SMP 182 menuju stasiun terdekat,
seluruh peserta dengan tas ransel beratnya,
seluruh perbekalan yang terdiri dari sebotol air mineral 1,5 liter,
baju ganti dan makanan, alat mandi, keperluan pribadi,
dan bekal makan malam,
tiap anak mungkin membawa beban rata-rata 5 kilo.

"kak, katanya LDKnya di sekolah? kok kita ke UI?"
sang anak kelas 7 bertanya,
"iya, di UI ada materi menembus batas dulu. nanti selesai baru ke sekolah, menginap di sekolah"
jawabku.

dalam desak,
sempit berhimpit,
sumuk, gerah, panas,
deraian keringat mengalir deras,
sekitar 30 menit kami menikmati "sauna gratis" di kereta listrik,
membawa kami dari jakarta sampai depok,
sampai "yellow campus".

"kak, dua anak ketinggalan,
tadi pas mau naik gabisa, terlalu penuh sesak. gimana nih?"
demikian salah satu anak putri gelisah.
dua peserta putri tertinggal,
kondisi penuh sesak kereta tak bisa diterobosnya,
maklum akupun tak bisa banyak membantu,
saat naik kami terpisah di beberapa pintu,
yang besertaku berhasil,
yang lain belum berhasil, dua anak tertinggal

"katakan ke mereka naik kereta selanjutnya,
harus berani, nanti ditunggu di sini ama alumni lain" kataku

hujan lebat mengguyur "yellow campus",
membuat kami sedikit kuyuup,
"kak, kita jalan atau naik bus lagi?" tanya seorang anak.
"kita naik bikun aja, bus kuning anak UI. hujan terlalu lebat"


kamipun naik bikun,
"kak, ongkosnya berapa? biar kita kumpulkan?"
peserta putri menanyakan.
"ongkosnya ucapan terimakasih, nanti pas mau turun bilang terimakasih ke sopir, ongkosnya itu"
mereka agak terbengong saat kukatakan seperti itu,
beberapa penumpang lain yang mungkin mahasiswa UI memperhatikan kami,
sekitar 20an anak-anak SMP kelas 1 sampai 3 dengan ransel berat, baju setengah kuyup,
dan ikat kepala hijau memenuhi bus kuning itu. dialog demi dialog kami didengarkan mereka.
"kak kita menginap di UI?. kak nanti kita gabung mahasiswa UI? kak di UI ngapain aja nanti?"


bikun berhenti di depan masjid UI,
hujan masih turun lebat,
puluhan anak-anak mungil itu keluar serentak,
"terimakasih pak sopir...." demikian serentak kami ucapkan,
seluruh penumpang lain memperhatikan kami,
raut binar wajah sopir terlihat,
senyumnya makin lebar,
beliau senang telah membantu kami,
"hati-hati ya..." demikian kudengar terucap dari mulut sopir itu,
mungkin hanya untuk kami...20 anak-anak ini..


juga di masjid UI,
hampir seluruh orang yang ada disana memperhatikan kami,
celotehan demi celotehan anak-anak itu membuat ramai,
ransel besar dan ikat kepala hijau,
ah...mungkin mereka berpikir banyak hal "anak-anak hammas nih..."


"baik, agenda pertama kita adalah makan malam,tausiyah,
setelah itu semua harus tilawah minimal satu jus. baru kita ke sekolah lagi"
demikian acara kami seusai shalat magrib berjamaah,
ada sedikit kekagetan pada peserta, "TILAWAH SATU JUS"
ya...
seluruh peserta harus tilawah satu jus,
syarat mutlah mengikuti LDK terpadu itu,

rangkain acara demi acara,
saat itu seolah kami menguasai masjid UI,
sekitar 30an total peserta dan panitia,
smeuanya masih SMP, beberapa alumni yang sekarang kelas 1 SMA.
membuat lingkaran besar, tilawah kami seperti dengungan lebah,
menguasai dan menembus setiap sudut masjid itu,
mengalahkan bunyi rintikan hujan,
suara anak-anak itu menguasai masjid UI.

alhamdulillah,
sekitar jam 21.00 kami tuntas membaca 1 jus.
semuanya, tanpa kecuali,
dari yang bacanya cepat juga yang lambat,
bahkan yang terbata,
tak ada kompromi, semua harus melahap 1 jus.
dan...30 anak itu menghatamkannya,
di masjid Ukhuwah Islamiyah itu.

"kak, udah malam gini emang ada kereta? nanti kita naik apa pulangnya?"
salah satu perserta bertanya.
"kereta udah gak ada, kita pulang jalan kaki"
demikian ucapku.
banyak yang tidak setuju,
banyak yang menyesal,
mengeluh,
meminta pulang dengan taksi,
dan sebagainya,


aku kumpulkan mereka di depan masjid itu,
melingkar rapat,
dengan ransel berat dan baju kuyup,
dengan ikat kepala hijau,
aku menceritakan perjuangan para sahabat,
perjuangan Rasulullah hijrah,
perjuangan Ali hijrah,
perjuangan ratusan sampai ribuan anak-anak belia palestina,
"mereka tidak pernah mengeluh, mereka berani, mereka percaya, dan mereka kuat. dan Allah memberikan mereka pertolongan..meski akhir cerita mereka adalah kematian. tapi kematian itulah kemenangan. perjumpaan dengan Rabbnya. syahid cita-cita tertinggi mereka" demikian orasiku.

"Allohuakbar...Allohuakbar..Allohuakbar.."
lantang takbir mereka teriakkan,
masjid UI menajdi saksi,
30 anak-anak itu kian bersemangat,
siap menempuh berpuluh kilo,
menembus malam dan rintikan hujan,
dari depok sampai pancoran,

malam itu masjid UI bergetar,
30 anak-anak kecil menggetarkan,
bahkan menggetarkan hati para mahasiswa yang seringkali ketakutan,
membakar semangat pejuang jaket kuning,
menggetarkan seluruh aktivis dakwah yang masih tersisa disana,
seluruh mata tertuju pada kami,
30 anak-anak itu,

jam menunjukkan pukul 21.30,
kuprediksikan perjalanan kami memakan waktu 5-6 jam.
terlebih sebagian besar peserta adalah anak putri,
dengan bawaan ransel berat mereka,
dengan sendal wanitanya,
dengan rok panjangnya,
kami harus memahami kondisi,
tapi perjalanan harus dilalui,


dan demikian,
langkah demi langkah,
meninggalakn masjid UI,
menyusuri jalan ke gerbatama,
melanjutkan ke Universitas Pancasila,
disana ada pos pertama,
mereka akan digembleng dengan serangkain acara,
tantangan demi tantangan,


malam kian larut,
perjalanan masih harus diselesaikan,
pos kedua di kantor pusat parta PDIP,
disana kami diizinkan masuk,
dan memakain pelataran untuk acara kami,
sampai para satpam agak curiga saat kami berulangkali meneriakkan takbir,

keluhan demi keluhan,
kadang harus kukumpulkan untuk menyemangati,
sejanak istirahat di pelataran masjid,
atau di bawah jembatan, atau di halte,
untuk skedar meluruskan kaki,
meneguk dikit demi sedikit air minum,
atau mengisi perut dengan makanan ringan,

keluhan demi keluhan,
terus kutepis dengan semangat,
menceritakan heroiknya pejuang belia palestina,
"belum setetspun darah, yang sudah kita persembahkan...untuk islam ini"
demikian diakhir cerita heroikku menyemangati mereka.
mereka kembali bersemangat, melanjutkan perjalanan.

pergantian hari,
kami nikmati dalam perjalanan berat,
"ini belum apa-apa dik, perjuangan anak-anak belia Palestina berakhir syahid, nyawa yang mereka persembahkan. tapi tak ada sedikitpun keluhan" demikian aku terus menyemangati.


perjalanan demi perjalanan,
keluhan demi keluhan,
tertatih,
terseok,
alhamdulillah akhirnya kami berhasil,
sekitar 5 jam perjalanan,
kami berhasil menembus batas,
melakukan yang mungkin sering dikeluhkan,
bahkan dikatakan tak mungkin,

seluruhnya tepar,
tergeletak di ruang kelas yang sudah disiapkan,
terpisah antara putra dan putri,
30an anak mungil itu,
telah menembus batas,
menyusuri jalan perjuangan anak palestina,
meski sebenarnya belum seberapa.

==

sehari kemudian,
aha...lagi-lagi,
aku diintrograsi,
tentang acara LDK itu,
yang dilakukan di sekolah,
menjadi perjalanan dari UI sampai sekolah,
pihak sekolah sangat khawatir,
kalau-kalau anak-anak itu mengadukan ke orang tua,
hingga saat aku diintrograsi di ruangan kepala sekolah,
salah satu wali murid datang,

"bisa saya ketemu kak Kusnan pembina ROHIS itu?"
demikian sang ibu bertanya pada petugas,
langkah ibu itu mendekati kami, menujuku yang sedang diintrograsi,
raut muka kepala sekolah memerah,
takut kalau-kalau sang ibu memarahi,
dan aku pasti akan menjadi bulan-bulanan sekolah

"Assalamualaikum...ini ya kak Kusnan itu?"
demikian sang ibu membuka pervcakapan,
raut mukanya dipenuhi senyum berbinar,
aku aneh melihatnya.

"terimaksih ya kak Kusnan...anak saya seneng banget tuh,
katanya sudah menoreh prestasi,
jalan kaki puluhan kilo ditengah malam,
yang katanya ngeluh mulu, tapi akhirnya bangga"
demikian ucap sang ibu.
"kemarin sore pulang-pulang minta dipeluk,
katanya janji mau jadi anak sholehah.
katanya janji mau nurut ama orang tua.
katanya janji gakmau ngeluh lagi,
sampai katanya ingin seperti anak-anak Palestina.
yang gagah berani meski masih kecil"
tambah sang ibu.

aku dan kepa sekolah hanya bisa terbengong,
saling berpandangan,
seolah tak percaya apa yang dikatakan sang ibu

"saya mendukung terus ROHIS 182,
terus maju yah...terus didik anak-anak jadi pemberani"
ucap sang ibu sebelum meninggalkan kami,
kepala sekolah masih terdiam,
sampai akhirnya aku meminta izin,
ada urusan lain,
dan diizinkan,
dan ROHIS diizinkan terus, membina generasi..

belum setettespun darah, yang sudah kita persembahkan,
kalau jalan kaki puluhan kilo mah gaada apa-apanya,
kalau tak tidur semalam saja mah masih cemen,

belum setetespun darah, yang sudah kita persembahkan,
lalu kenapa kita masih banyak mengeluh?
lalu kenapa kita masih segan dan ogah-ogahan,

belum setetspun darah, yang sudah kita persembahkan,
namun anak-anak belia Palestina bahkan telah memberikan nyawanya,
sedang kita belum berbuat apa-apa,
hanya amalan kecil yang sering kita banggakan,
lalu bagaimana kita akan menghadapNya?
apa yang akan kita banggakan untukNya?

belum setetespun darah, yang sudah kita persembahkan,
pagi syahdu seusai setoran hafalan yang tak seberapa,
sementara di Palestiuna sana ribuan anak belia sudah melahap 30 jus hafalan.
ibukota yang mendung,
06:46 WIB
27 Februari 2012
Mokhamad Kusnan

2 komentar:

  1. Waw.. Ternyata ada blognya... Terus semangat YOUTHCARE!

    BalasHapus
  2. kungjungi juga http://azfizmencobamenulis.blogspot.com :D

    BalasHapus