Selasa, 06 Maret 2012

mengukur militansi da'i, malu dengan Ammar...



Amar kawan,
seperti yang pernah kuceritakan,
pemuda penjual roti bakar di pasar minggu itu,
pemuda lugu dari kampung yang miskin itu,

ya dialah Amar,
pemuda yang hanya lulusan sekolah dasar,
pemuda penuh kesederhanaan,
tapi penuh isnpirasi,

dialah Amar,
yang hampir gapernah ketinggalan shalat berjamaah di masjid,
yang rela meninggalkan dagangannya ketika adzan berkumandang,

ah,
dia Amar yang isnpiratif,

sore kemarin,
seusai shalat ashar di masjid dekat sekretariat YOUTHCARE,
Amar tak lagi nampak,
beberapa hari ini aku tak menjumpainya,
hanya ada Syarif, kakaknya,
"Ammar gak kelihatan bang. kemana?"
tanyaku,
"Astaghfirulloh, saya lupa ngasih tau, sabtu kemarin Ammar ke Palembang,
iya dia waktu itu suruh bilang ke mas Kusnan,
pamit mau dakwah 4 bulan ke palembang dan tanah Sumatera"
demikian jawabnya,

Ammar,
dialah sang da'i,
pernah suatu kali seusai shalat ashar berjamaah di masjid,
disaat aku ingin pergi dari masjid itu,
Ammar memanggilku,
"Mas, sebentar ngaji dulu yuk?
nanti mas Kusnan yang ngajarin saya atau saya yang ngajarin mas Kusnan"
demikian pintanya,
dan aku iyakan saya,
aku memilih mendengarkannya,

Ammar membuka sebuah kitab hadist,
Fadhail Al- Amal, membaca salah satu hadist,
dan subhanallah...tepat,
hadistnya tentang menuntut ilmu,
sore itu, sekitar 10 menit aku mendengarkan,
yang kemudian kami bergantian,
dia dengan Fadhail Al-Amalnya,
aku dengan Al_Wafi..

dialah Amar,
semangatnya berdakwah luar biasa,
semangatnya ingin menyampaikan hadist atau tausiyah luar biasa,

dialah Ammar,
hanya lulusan SD,
tapi semangat sebagai da'i mengalahkan usia pendidikannya,

"Ammar 4 bulan berdakwah di palembang,
dengan biaya sendiri,
semua biaya dari hasilnya jualan roti bakar setiap hari di pasar minggu,
menyisihkan sebagian untuk ditabung"
demikian aku kakaknya yang juga jualan roti bakar,

dialah Ammar,
pernah juga suatu kali,
saat selesai shalat magrib di masjid dekat kantor YOUTHCARE,
saat itu jadwal kajian tahsin Qur'an,
yang mengajarkan imam masjid itu,
yang mungkin sudah hafidz,
yang jelas selalu surat-surat panjang yang dibaca,
biasanya jus 27, pernah juga jus awalan, jus 8 atau 9.
paling lama kalau jadi imam subuh,
seolah sang imam sangat menikmati syahdu bacaannya sendiri,
terlarut dalam indahnya ayat demi ayat Al-Qur'an.
Ammar memanggilku,
mengajakku ikut juga mengaji,
"mas Kusnan gapernah ngaji disini nih" demikian ucapnya.
aku jelaskan kalau aku juga mengaji,
hanya di tempat lain,
dan memang jadwal yang bentrok dengan agenda lain,
jadi pengajian tahsin di masjid itu aku tak bisa mengikuti.

dialah Ammar,
sang da'i yang bersemangat tinggi,
yang bahkan rela selama 4 bulan tak mencari nafkah,
rela bekerja bulan demi bulan untuk biaya dakwah 4 bulan di daerah,
padahal,
Ammar hanya seorang miskin,
yang bahkan ngontrak rumah mungil kumuh dengan kakaknya,
yang seringkali makan siang di warteg hanya dengan satu lauk,
kadang lauk itu hanya sayur saja dengan sambal,

ah,
siapa menerka militansi Ammar,
siapa sangka pemuda lugu penuh keterbatasan itu ternyata lebih hebat,
di segala keterbatasannya dia masih menunjukkan militansinya,
dakwah memanggilnya,
jamaahnya memanggilnya,
aku sendiri malu jadinya..

mengukur mulitansi, malu dengan Ammar,
malu dia hanya tukang jualan roti bakar,
malu dia hanya lulusan SD,
malu dia orang kampung lugu miskin,
tapi semangat belajarnya hebat,
semangat dakwahnya dasyat,
seolah cintanya pada dakwah mengalahkan semua keterbatasannya,

mengukur militansi,
malu dengan Ammar,
dia bukan terlahir dari rahim tarbiyah,
namun semangat dakwah tak kalah,
dia yang semangat ikut kajian demi kajian,
dia yang berani mengajak siapapun untuk ke masjid,
dia yang seringkali dicemooh pedagang lain,
"ah sok alim lu.. sok soleh lu.."

ah,
dialah Ammar yang tangguh,
tetap saja ajakan itu dia sampaikan,
bahkan akupun diajaknya rajin mengaji,
mengikuti tahsin tiap selasa malam di masjid itu,

mengukur militansi, malu dengan Ammar,
renungan untuk para kader dakwah,
yang mengaku lahir dari rahim tarbiyah,
tapi masih segan untuk berkhotbah,
masih malu mengajak sesama muslim ke mushollah,
masih segan dan ragu untuk berdakwah,
ah...masih pelit berkorban untuk jamaah,


mengukur militansi,
malu dengan Ammar,

ah Ammar,
seandainya kau mau tarbiyah,
tapi kau tetap tangguh kok,
kau tetap menginspirasi,
kau tetap seorang da'i,
dan kau lebih militan dari kami,

mengukur militansi, malu dengan Ammar,
siang terik di ibukota,
10.40 WIB 7 maret 2012
Mokhamad Kusnan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar